Senin, 08 Oktober 2018

Laporan Pengaruh Pemberian Asam Cuka dan Voltase Listrik terhadap Gerak Reflek Katak (Fejervarya cancrivora)


Pengaruh Pemberian Asam Cuka dan Voltase Listrik terhadap Gerak Refleks pada Katak (Fejervarya cancrivora)

Salma Khatami Al Hadi
160210103096
Fisiologi Hewan C
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian asam cuka dan voltase listrik terhadap gerak reflek katak (Fejervarya cancrivora). Membuktikan bahwa gerak reflek pada tubuh katak dilakukan dua perlakuan, yaitu pengaruh asam cuka dan arus listrik. Pada penelitian ini mengggunakan bahan larutan asam cuka pekat, garam fisiologi dan adaptor dengan variasi voltase. Sedangkan alat yang digunakan yaitu, alat bedah, kaca pengaduk, statif, kawat atau benang gantung, dan adaptor dengan variasi voltase. Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan pemberian asam cuka dan arus listrik menimbulkan gerak refleks pada tubuh katak yang ditandai dengan adanya gerakan terkejut pada tungkai bawah katak. Perlakuan pemberian asam cuka menimbulkan gerak refleks yang lebih lambat dibandingkan  perlakuan pemberian arus listrik. Karena sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks, maka dilakukan perusakan pada sumsum tulang belakangnya menunjukkan respon tidak seperti keadaan normal. Hal tersebut ditunjukkan dari semakin tingginya tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka semakin lemah respon yang diberikan.

Kata kunci: Arus listrik, Asam cuka, Gerak reflek, Voltase

Pendahuluan
Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat pada vertebrata adalah otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepinya terdiri dari saraf dan ganglia (Campbell, et al., 2008: 230).
Jaringan saraf sentral dan tepi terdiri dari atas dua jenis sel. Sel saraf atau neuron, yang umunya memiliki banyak cabang panjang, dan beberapa jenis sel ganglia, yang memilliki cabang pendek, menyangga dan melindungi neuron, dan ikut sera dalam aktivitas saraf, nutrisi saraf, dan proses pertahanan sel disusun saraf pusat.
Neuron berspons terhadap perubahan lingkungan (stimulus) dengan merubah gradien ion yang terdapat diantara pemukaan membran dalam dan luar. Semua sel mempertahankan gradien semacam itu, yang juga disebut potensial listrik, tetapi sel-sel yang mengubah potensial ini secara cepat sebagai respon terhadap rangsangan (misalnya, neuron, sel otot, sejumlah sel kelenjar) dikatakan bersifat excitable. Neuron bereaksi langsung terhadap rangsangan dengan pembalikan potensial gradien ion (depolarisasi membran) yang umumnya tersebar dari tempat penerimaan stimulus dan dijalarkan melalui membran plasma neuron. Penjalaran ini yang disebut pontensial aksi, gelombang depolarisasi, atau implus saraf, sanggung menempuh jarak jauh dan sepanjang prosesus neuron, yang meneruskan sinyal tersebut ke neuron yang lain, otot, dan kelenjar (Mescher, 2013: 160).
Rencana dasar sistem saraf adalah menerima informasi dari lingkungan eksternal dan internal, untuk menjadikan informasi ini, dan untuk mengirim dan memprosesnya untuk tindakan yang tepat.
Sebuah neuron atau sel saraf dapat memiliki banyak bentuk, tergantung pada fungsi dan lokasinya, jenis yang khas. Dari sel tubuh berinti memperpanjang proses sitso-plasmik dari dua jenis, satu atau lebih dendrit dalam semua kecuali neuron yang paling sederhana dan akson tunggal. Seperti namanya dendrit menunjukkan proses-proses ini sering terjadi. Seluruh permukaan sel tubuh, adalah saraf reseptor sel yang dirancang untuk menerima informasi dari beberapa sumber yang berbeda sekaligus. Beberapa dari input ini adalah excit-atory menyebabkan sinyal yang dihasilkan dan disebarkan, yang lain menghambatkan, membuat generasi sinyal dan propagasi kurang. Akson tunggal sering menjadi fon panjang yang mungkin menjadi panjang di mamalia terbesar, biasanya membawa sinyal menjauh dari badan sel. Pada vertebrata dan beberapa invertebrata yang kompleks, akson sering ditutupi dengan selubung insulasi myelin, yang berakselerasi propagasi sinyal (Hickman, et al, 2008: 727).
Neuron menghasilkan perubahan potensial membran. perbedaan muatan listrik di membran plasma. Perubahan listrik ini menghasilkan impuls saraf, atau potensial aksi, yang membawa informasi sepanjang neuron. Potensi aksi membesar, perubahan sementara dalam potensial membran yang berjalan sepanjang akson menyebabkan pelepasan sinyal kimia di terminal akson. Voltage adalah ukuran perbedaan muatan listrik antara dua titik. Voltage mewakili energi potensial karena muatan berlawanan akan bergerak bersama jika diberi kesempatan. Misalnya, ketika kutub negatif dan positif dari sebuah baterai dihubungkan oleh kawat, arus listrik mengalir melalui kawat karena ada perbedaan tegangan antara dua kutub. Dalam kabel, arus listrik dibawa oleh elektron; dalam solusi dan melintasi membran sel, arus listrik dibawa oleh ion. Ion-ion utama yang membawa muatan listrik melintasi membran neuron adalah natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan klorida (Cl–). Dalam sel, ion-ion ini disimpan pada konsentrasi yang berbeda di dalam dan di luar sel. Hasil dari perbedaan konsentrasi ini adalah tegangan yang melintasi membran sel, dan dikenal sebagai potensial membran (Hillis, et al., 2012: 676).
Ketika potensial aksi dalam bentuk gelombang elektromagnetik bergerak sepanjang serat saraf myelin, medan listrik yang diciptakan oleh sumber ekternal dapat berpasangan dengan wave ini dan dapat mempengaruhi bentuknya dengan berbagai cara, pada bagiannya dapat berdampak pada keberadaan informasi (Yegin, et al., 2017).
Gerakan refleks merupakan respons terhadap stimulus yang bertindak atas busur reflek dan tidak disengaja, artinya berada di bawah kendali kemauan seseorang. Sebagai contoh, banyak proses vital tubuh, seperti mengendalikan pernapasan, detak jantung, diameter pembuluh darah, dan sekresi keringat merupakan tindakan refleks. Beberapa tindakan refleks adalah bawaan; yang lain diperoleh melalui belajar. Reseptor berfungsi untuk mengubah rangsangan lingkungan eksternal dan internal menjadi sinyal saraf yang dibawa oleh neuron aferen ke dalam sistem saraf pusat. Sinyal ini dapat dianggap sebagai sensasi sadar. Sinyal saraf juga berpindah ke neuron eferen, yang membawa mereka melalui sistem saraf perifer ke efektor, seperti otot atau kelenjar. (Hickman, 2008: 724-334).
Refleks adalah respons otomatis dari sistem saraf terhadap stimulus indera dari lingkungan eksternal (suara, cahaya, sentuhan, bau, dan bahan kimia) atau lingkungan internal (perubahan kimia darah, iritasi organ internal, dll.) (Masgutova, et al., 2016).
Pada bagian tungkai hewan vertebrata, terdapat otot kuadrisep yang memiliki fungsi sebagai mendeteksi regangan mendadak kemudian neuron sensoris yang berada pada otot kuadrisep akan menghantarkan informasi yang didapat ke sumsum tulang belakang. Sebagai respon dari neuron sensoris, neuron motorik akan menghantarkan sinyal ke kuadrisep sehingga menyebabkan otot tersebut berkontraksi dengan menghenntakan kaki ke atas atau bawah. Neuron sensoris juga berkomunikasi dengan interneuron di sumusum tulang belakang. Interneuron akan menghambat neuron motorik yang mengarah ke otot hamstring yang akan menghambat kerja otot kuadrisep (Campbell, et al., 2008: 238).
Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor ke saraf sensori dibawa ke otak untuk diterjemahkan kemudian hasil terjemahan dari otak akan berupa tanggapan yang dibawa oleh saraf motoric sebagai perintah yang harus di laksanakan oleh efektor yang nantinya dikirim ke otot sebagai respon dari stimulus (Vanputte, et al., 2016: 208)
Ketika pengamatan terhadap sumsum tulang belakang yang cedera, ditemukan bahwa terjadi gangguan rangsangan jalur mediasi reflek. Secara khusus, refleks fleksor awal berkurang atau bisa sama sekali tidak ada tahap kronis cedera tulang belakang (Smith, et al., 2014).
Rasa sakit spontan mungkin terjadi hanya di konseptualisasikan sebagai “stimulus independen”. Nyeri neuromatik adalah hasil dari berbagai mekanisme operasi di perifer, sumsum tulang belakang dan supra tulang belakang yang menyebabkan perubahan pada jalur kondisi nyeri (Verma, et al., 2014).
Metode Penelitian
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Jember pada tanggal 1 Oktober 2018. Alat yang digunakan pada praktikum yaitu papan seksio, kacapengaduk, statif, benang, dan adaptor dengan berbagai voltase. Sedangkan bahan yang digunakan adalah katak (Fejervarya cancrivora), asam cuka pekat, dan garam fisiologis.
Praktikum ini dilakukan dengan melakukan dua macam perlakuan, yaitu pemberian asam cuka pekat dan pemberian arus listrik yang berbeda-beda. Pada perlakuan pemberian asam cuka pekat, mula-mula bagian atas kepala katak yang berbentuk segitiga dan lunak ditusuk tetapi tidak sampai mati. Kemudian memotong rahang atas dan menyisakan rahang bawah. Lalu menusuk bagian rahang bawah dengan menggunakan penusuk dan benang kemudian benamg dikaitkan pada statif sehingga katak tergantung. Lalu, menguliti tubuh katak pada bagian perut hingga tungkai dan membasahi tungkai katak dengan garam fisiologis agar kulit katak tetap lembab. Kemudian mencelupkan batang kaca pengaduk pada asam cuka pekat dan mengoleskannya pada kulit tungkai katak. Lalu mengamati gejala-gejala yang terjadi pada katak. Pada percobaan pengaruh arus listrik terhadap gerak reflek katak, katak yang sudah dikuliti dan dibasahi oleh garam fisiologis, dialiri dengan arus listrik sebesar 3V, 6V, dan 9V dimasing-masing tungkai katak dengan cara menempelkan ujung kabel positif pada masing-masing tungkai katak untuk perlakuan masing-masing voltase. Kemudian mengamati gejala yang terjadi dan mengulangi perlakuan untuk katak yang telah dirusak satu ruas dan dua ruas sumsum tulang belakangnya.
Pembahasan
Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat pada vertebrata adalah otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepinya terdiri dari saraf dan ganglia. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Campbell, (2008) mengenai pembagian sistem saraf.
Gerakan refleks merupakan respons terhadap stimulus yang bertindak atas busur reflek dan tidak disengaja, artinya berada di bawah kendali kemauan seseorang. Contoh, proses vital tubuh, seperti mengendalikan pernapasan, detak jantung, diameter pembuluh darah, dan sekresi keringat merupakan tindakan refleks. Beberapa tindakan refleks adalah bawaan dan lainnya didapatkan melalui belajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hickman, (2008) mengenai pengertian gerak reflek. Gerak reflek disebabkan oleh rangsangan tertentu yang terjadi tiba-tiba seperti tangan yang memagang kompor yang panas, secara reflek tangan akan menjauhkan tangan dari kompor. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor ke saraf sensori dibawa ke otak untuk diterjemahkan kemudian hasil terjemahan dari otak akan berupa tanggapan yang dibawa oleh saraf motorik sebagai perintah yang harus di laksanakan oleh efektor yang nantinya dikirim ke otot sebagai respon dari stimulus. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Vanputte, et al., (2016) mengenai mekanisme jalannya impuls dalam gerak sadar.
Pemberian perlakuan berupa asam cuka dan voltase pada tungkai katak, karena pada bagian tungkai hewan vertebrata, terdapat otot kuadrisep yang memiliki fungsi sebagai mendeteksi regangan mendadak kemudian neuron sensoris yang berada pada otot kuadrisep akan menghantarkan informasi yang didapat ke sumsum tulang belakang. Sebagai respon dari neuron sensoris, neuron motorik akan menghantarkan sinyal ke kuadrisep sehingga menyebabkan otot tersebut berkontraksi dengan menghentakan kaki ke atas atau bawah. Neuron sensoris juga berkomunikasi dengan interneuron di sumusum tulang belakang. Interneuron akan menghambat neuron motorik yang mengarah ke otot hamstring yang akan menghambat kerja otot kuadrisep. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Campbell dan Reece, (2008) mengenai mekanisme gerak reflek pada tungkai vertebrata. Mekanisme gerak reflek secara umum adalah pertama, stimulus terkena pada reseptor, organ indra di kulit, otot, atau organ lain. Kedua, neuron aferen, atau sensorik, membawa impuls ke arah sistem saraf pusat, ketiga, sistem saraf pusat, terjadi koneksi sinaptik antara neuron sensorik dan interneuron. Keempat, sebuah eferen, atau motor, neuron, yang membuat koneksi sinaptik dengan interneuron dan membawa impuls dari sistem saraf pusat. Kelima, efektor, yang membuat seekor hewan merespon perubahan lingkungan. Contoh efektor adalah otot, kelenjar, dan sel bersilia. Hal diatas menunjukan bahwa tidak adanya jalur ke otak dan berlangsung secara tidak sadar. Sehingga kerusakan pada otak tidak akan mengganggu proses gerak reflek selama hewan tersebut tidak mati.
Faktor yang mempengaruhi gerak refleks tubuh, diantaranya ada tidaknya rangsangan atau stimlus. Rangsangan tersebut dapat berasal dari luar maupun dalam tubuh. Rangsangan dari luar, contohnya adalah temperatur, kelembapan, suara, bau, tekanan, zat-zat kimia dan sebagainya. Sedangkan rangsangan dari dalam, yaitu dari perubahan kimia darah, iritasi organ internal makanan, oksigen, air, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Masgutova, et al., (2016) mengenai faktor yang mempengaruhi gerak reflek. Gerak reflek juga didapatkan berdasarkan keturunan dan beberapa berasal dari proses belajar hewan tersebut.
Alat yang digunakan saat praktikum adalah papan seksio dan alat seksio, pengaduk, statif, benang, dan adaptor dengan variasi voltase. Papan seksio dan alat seksio yang berfungsi untuk membantu proses penusukan dan menguliti tungkai katak. Kaca pengaduk digunakan untuk mengoleskan larutan asam pekat pada tungkai katak yang telah dikuliti. Statif berfungsi sebagai alat untuk menggantung katak. Benang digunakan untuk mengkaitkan rahang bawah katak dengan statif. Sedangkan adaptor dengan berbagai voltase digunakan untuk mengalirkan arus listrik pada katak dengan voltase 3V, 6V, dan 9V. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah katak (Fejervarya cancrivora), asam cuka pekat, dan garam fisiologis. katak (Fejervarya cancrivora) digunakan ssebagai hewan percobaan dalam mengamati gerak reflek. Asam cuka pekat adalah bahan yang digunakan untuk menguji pengaruhnya terhadap gerak reflek pada katak. Sedangkan larutan garam fisiologis adalah larutan yang bersifat isotonis terhadap jaringan tubuh dan digunakan untuk melembabkan permukaan kulit katak yang telah dikuliti.
Hewan yang akan diuji dengan asam pekat dan arus listrik, ditusuk bagian atas dari kepala yang berbentuk segitiga. Hal ini bertujuan untuk merusak sistem saraf pusat yaitu otak sehingga menunjukan bahwa gerak reflek tidak dipengaruhi oleh kerusakan pada otak. Selain itu perusakan pada otak bertujuan agar tidak dapat merespon perlakuan seperti pemotongan rahang atas, penusukan dibagian rahang bawah, dan saat menguliti katak berupa perlawanan. Sedangkan pematahan 1 dan 2 ruas tulang belakang bertujuan agar mengetahui pengaruh pematahan ruas tulang belakang terhadap gerak reflek melalui kecepatan gerak reflek yang dihasilkan saat diberi asam pekat maupun arus listrik. Berdasarkan hasil pengamatan pemberian stimulus berupa asam pekat dan arus listrik pada tungkai katak akan menimbulkan respon atau gerakan terkejut pada tubuh katak. Stimulus adalah perubahan lingkungan luar atau dalam yang mampu menimbulkan impuls. Gerakan terkejut terjadi karena adanya stimulus yang tidak diolah oleh otak terlebih dahulu dan langsung dibawa ke sumsum tulang belakang yang akan diterjemahkan sebagai gerak reflek dan dibawa menuju efektor berupa otot. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Verma, et al., (2014) mengenai gerak reflek yang tidak melakukan pengolahan impuls di otak.


Tabel Pengaruh Pemberian Asam Pekat terhadap gerak reflek Katak
kelompok
Perlakuan
Tungkai katak
Tanpa perlakuan
Perusakan Tulang Belakang
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
Asam Cuka
Kanan
+
+
-
-
-
++
-
-
-
Kiri
+++
-
-
-
-
++
-
-
-
3
Asam Cuka
Kanan
-
-
+
-
-
+
-
-
-
Kiri
-
-
-
-
-
+
-
-
++
5
Asam Cuka
Kanan
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Kiri
+
-
-
-
-
-
-
-
-


Percobaan gerak reflek yang dilakukan dengan pengolesan asam cuka pada tungkai katak yang telah dikuliti dilakukan oleh kelompok 1, 3, dan 5. Hasil yang didapatkan dari kelompok 1 diketahui bahwa ketika asam cuka dioleskan pada tungkai katak tanpa perlakuan pengulangan pertama menunjukan adanya pergerakan yang sangat cepat pada tungkai kiri dan lambat pada tungkai kanan. Pada pengulangan kedua, tungkai kaki kanan memberikan respon yang lambat sedangkan kiri tidak, dan pada pengulangan ketiga tidak ada respon gerak reflek yang diberikan oleh katak. Pada perlakuan pengolesan asam cuka pekat dengan pematahan satu dan dua ruas tulang belakang, diketahui bahwa hanya pada pengulangan ketiga dari pematahan 1 ruas tulang belakang saja yang memberikan respon cepat baik kanan maupun kiri.
Hasil yang didapatkan dari kelompok 3 diketahui bahwa ketika asam cuka dioleskan pada tungkai katak tanpa perlakuan pengulangan ketiga menunjukan adanya pergerakan reflek yang lambat pada tungkai kanan dan tungkai kiri tidak ada respon, sedangkan pada pengulangan satu dan dua tidak ada respon. Pada pengolesan asam cuka pekat dengan pematahan satu ruas tulang belakang pengulangan ketiga, tungkai kaki kanan dan tungkai kiri memberikan respon yang lambat, sedangkan pengulangan satu dan dua tidak ada respon. Pada pengolesan asam cuka pekat dengan pematahan dua ruas tulang belakang pengulangan ketiga, tungkai kaki kiri memberikan respon yang kuat dan tungkai kaki kanan tidak ada respon, sedangkan pada pengulangan pertama dan kedua tidak ada respon. 
Hasil yang didapatkan dari kelompok 5 diketahui bahwa ketika asam cuka dioleskan pada tungkai katak tanpa perlakuan pengulangan pertama menunjukan adanya pergerakan reflek yang lambat pada tungkai kanan dan kiri, sedangkan pada pengulangan dua dan tiga tidak ada respon. Pada pengolesan asam cuka pekat dengan pematahan satu dan dua ruas tulang belakang, tungkai kaki kanan dan kiri tidak ada respon berupa gerak reflek. Hal ini dapat terjadi karena katak sudah mati sehingga tidak dapat memberikan respon lagi terhadap pengulangan dan perlakuan berupa perusakan tulang belakang.


Tabel Pengaruh Pemberian arus listrik terhadap Gerak Reflek Katak
kelompok
Perlakuan
Tungkai katak
Tanpa perlakuan
Perusakan Tulang Belakang
1
2
3
1
2
3
1
2
3
2
Voltase
Kanan 3 V
            6 V
            9 V
++
++
+++
++
++
+++
++
++
+++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
Kiri     3 V
            6 V
          9 V
++
++
+++
++
++
+++
++
++
+++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
+
++
++
4
Voltase
Kanan 3 V
            6 V
            9 V
++
++
+++
++
+++
+++
++
+++
+++
++
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
Kiri     3 V
            6 V
            9 V
++
++
+++
++
++
+++
++
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
+
++
+++
6
Voltase
Kanan  3 V
            6 V
           9 V
++
++
+++
+++
++
+++
+++
++
+++
+
+
+
-
-
+
+
+
+
-
-
+
-
-
+
-
-
+
Kiri      3 V
            6 V
            9 V
++
++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
-
+
++
+
+
++
+
+
+++
-
-
+
-
-
+
+
-
+


Percobaan gerak reflek yang dilakukan dengan pemberian arus listrik dengan voltase yang berbeda pada tungkai katak yang telah dikuliti dilakukan oleh kelompok 2, 4, dan 6. Hasil yang didapatkan dari kelompok 2 diketahui bahwa ketika ujung kabel postif 3V dan 6V ditempelkan pada tungkai katak tanpa perlakuan pengulangan pertama, kedua dan ketiga menunjukan adanya pergerakan yang cepat pada tungkai kiri dan kanan, sedangkan pada 9V gerak reflek katak sangat kuat. Pada perlakuan pematahan satu dan dua ruas tulang belakang, bagian kanan dan kiri tungkai kaki katak denga arus listrik sebesar 3V semua percobaannya lamban, sedangkan pada 6V dan 9V pengulangan pertama, kedua, dan ketiga dihasilkan gerak reflek yang cepat baik kanan dan kiri tungkai kaki katak.
Hasil yang didapatkan dari kelompok 4 diketahui bahwa ketika ujung kabel postif 3V dan 6V ditempelkan pada tungkai katak tanpa perlakuan pengulangan pertama, kedua dan ketiga menunjukan adanya pergerakan yang cepat pada tungkai kiri dan kanan, sedangkan pada 9V gerak reflek katak sangat kuat. Pada perlakuan pematahan satu dan dua ruas tulang belakang baik pada tungkai kaki kanan dan kiri pemberian arus listrik sebesar 3V hasilnya terdapat gerakan yang lambat. Pada penggunaan 6V terjadi gerak yang cepat, dan pada 9V terjadi gerak reflek yang sangat cepat.
Hasil yang didapatkan dari kelompok 6 diketahui bahwa ketika ujung kabel postif pada tungkai kanan tanpa perlakuan dengan aliran listrik 3V, hasil pertama cepat, kedua dan ketiga lebih cepat. Kemudian dengan kuat arus sebesar 6V, semua percobaannya menghasilkan gerak yang cepat, sedangkan dengan kuat arus sebesar 9V, semua percobaannya menghasilkan gerak yang lebih cepat. Perlakuan satu pematahan tulang belakang, dengan aliran 3V dan 6V pengulangan pertama dan ketiga lamban, kedua tidak ada. sedangkan aliran 9V semua percobaannya lamban. kemudian dengan perlakuan dua pematahan ruas tulang belakang, aliran 3V dan 6V semua percobaannya tidak ada, dan aliran 9V semua percobaannya menghasilkan gerak yang lamban. Sedangkan tungkai kaki kiri, tanpa perlakuan dengan aliran 3V dan 6V pada pengulangan pertama dihasilkan gerak yang cepat, kedua dan ketiga dengan gerak yang lebih cepat. Aliran 9V semua percobannya sangat cepat baik kanan dan kiri. Perlakuan perusakan satu ruas tulang belakang, dengan aliran 3V, pertama tidak ada, kedua dan ketiga lamban. Aliran 6V, semua percobaannya dihasilkan lamban. Dan 9V, pertama dan kedua cepat, dan ketiga lebih cepat. Dengan dua kerusakan tulang belakang, aliran 3V, pertama dan kedua tidak ada, ketiga lamban. Aliran 6V, semua percobaannya tidak ada. Sedangkan pada aliran 9V, semua percobannya dihasilkan lamban.
Berdasarkan hasil pengamatan dari semua kelompok, didapatkan bahwa kelompok 1, 3, dan 5 yang menggunakan asam cuka pekat memiliki pengaruh terhadap gerak reflek katak namun semakin besar atau parahnya perusakan ruas tulang belakang mampu membuat gerak reflek katak berkurang atau bahkan hilang. Hal ini menunjukan bahwa saat tidak diberi perlakuan, seharusnya katak dapat melakukan gerak reflek, saat diberi perlakuan pematahan satu atau dua ruas tulang belakang, mampu menurunkan kecepatan gerak reflek atau bahkan hampir tidak ada aktivitas gerak reflek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusakan ruas tulang belakang memiliki efek yang signifikan terhadap aktivitas gerak reflek. Hal ini dikarenakan tulang belakang merupakan pusat dari gerak reflek. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Smith et al., (2014) mengenai pengaruh perusakan tulang belakang terhadap gerak reflek. Sehingga dari data yang dihasilkan pada perlakuan pemberian asam cuka pekat dengan cara mematahkan bagian satu dan dua ruas tulang belakang pada tubuh katak, hasil yang di dapat pada aktivitas refleks tubuh katak menurun dan hal tersebut dapat dibuktikan pada data yang telah di peroleh yaitu hanya pada kelompok 1 dan 5 saja, yaitu terdapat gerakan namun sangat minim atau lambat. Sedangkan pada kelompok 3 data menunjukan adanya peningkatan gerak reflek setelah pematahan dua ruas, hal ini dapat terjadi karena kurangnya konsentrasi dan kekuatan praktikan saat mematahkan tulang belakang. Sedangkan pada perlakuan pemberian arus listrik hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada semua kelompok masih menunjukkan adanya gerakan refleks dari tubuh katak setelah diberikan perlakuan 1 maupun perlakuan 2. Hanya saja pada kelompok 2 dan 4 tidak menunjukan adanya penurunan kecepatan gerak reflek katak meski sudah dipatahkan tulang belakangnya, sedangkan pada kelompok 6 terjadi penurunan yang signfikan dari pematahan ruas tulang belakang tetapi ketika diberi arus sebesar 9V masih terlihat adanya gerakan. Terdapat perbedaan kecepatan yang terjadi terhadap gerak refleks katak yang dipengaruhi oleh pemberian arus listrik, yaitu semakin tinggi arus listrik yang diberikan maka semakin cepat pula gerakan refleks yang ditimbulkan. Sehingga, pemberian arus listrik 9V menimbulkan gerak reflek yang lebih cepat daripada pemberian arus listrik 3V dan 6V. hal ini sesuai dengan Pernyataan dari  Fertonani dan Carlo, (2016) dan Yegin, et al., (2017) mengenai arus listrik yang mengenai tubuh akan menjadi suatu stimulus yang menyebabkan homeiostatis dalam sinaps sehingga dapat menimbulkan respon atau informasi bagi tulang belakang berupa gerak reflek. Berikut jalannya perubahan arus listrik menjadi respon, neuron menghasilkan perubahan potensial membran. Perbedaan muatan listrik di membran plasma menghasilkan impuls saraf, atau potensial aksi, yang membawa informasi sepanjang neuron. Potensi aksi membesar, perubahan sementara dalam potensial membran yang berjalan sepanjang akson menyebabkan pelepasan sinyal kimia di terminal akson. Voltage adalah ukuran perbedaan muatan listrik antara dua titik. Voltage mewakili energi potensial karena muatan berlawanan akan bergerak bersama jika diberi kesempatan. Misalnya, ketika kutub negatif dan positif dari sebuah baterai dihubungkan oleh kawat, arus listrik mengalir melalui kawat karena ada perbedaan tegangan antara dua kutub. Dalam kabel, arus listrik dibawa oleh elektron; dalam solusi dan melintasi membran sel, arus listrik dibawa oleh ion. Ion-ion utama yang membawa muatan listrik melintasi membran neuron adalah natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan klorida (Cl). Dalam sel, ion-ion ini disimpan pada konsentrasi yang berbeda di dalam dan di luar sel. Hasil dari perbedaan konsentrasi ini adalah tegangan yang melintasi membran sel, dan dikenal sebagai potensial membrane. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hillis, et al., (2012) mengenai proses perubahan listrik menjadi respon gerak.
Kesimpulan
Mekanisme gerak reflek secara umum adalah pertama, stimulus terkena pada reseptor, organ indra di kulit, otot, atau organ lain. Kedua, neuron aferen, atau sensorik, membawa impuls ke arah sistem saraf pusat, ketiga, sistem saraf pusat, terjadi koneksi sinaptik antara neuron sensorik dan interneuron. Keempat, sebuah eferen, atau motor, neuron, yang membuat koneksi sinaptik dengan interneuron dan membawa impuls dari sistem saraf pusat. Kelima, efektor, yang membuat seekor hewan merespon perubahan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi gerak refleks tubuh, diantaranya ada tidaknya rangsangan atau stimlus. Rangsangan tersebut dapat berasal dari luar maupun dalam tubuh. Rangsangan dari luar, contohnya adalah temperatur, kelembapan, suara, bau, tekanan, zat-zat kimia dan sebagainya. Sedangkan rangsangan dari dalam, yaitu dari perubahan kimia darah, iritasi organ internal makanan, oksigen, air, dan lainnya.

Daftar Pustaka

Campbell, N., A., Reece, J., B., Urry, L., A. Cain, M., L., Wasserman, S., T., Minorsky, P., V., dan Jackson, R., B. 2008. Biology Edisi Kedelapan Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Fertonani, A. dan M. Carlo. 2016. Transcranial Electrical Stimulation: What We Know and Do Not Know about Mechanisms. International Journal of Neurocientist. 23(1): 109-123.
Hickman, C., R. Larry, K. Susan, L. Allan, I. Helen, dan E. David. 2008. Integrated Principle of Zoology 14th Edition. New York: McGraw-Hill.
Hillis, D., H. Craight, S. David, dan P. Mary. 2012. Principle of Life. Gordonville: Sinauer Associates Inc.
Masgutova, S., A. Nelli, dan L. Sadowska. 2016. Reflex Profile of Children with Down Syndrome Improvement of Neurosensorimotor Development Using the MNRI® Reflex Integration Program. International Journal of Neurorehabilitation. 3(1): 1-9.
Mescher, A., L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. United State: McGraw-Hill Education.
Smith, A., M. Chaithanya, R. William, dan K. Maria. 2014. Locomotor Training Alters the Behavior of Flexor Reflexes during Walking in Human Spinal Cord Injury. International Journal of Neurophysic. 1(2): 2164-2175.
Vanputte, C., R. Jennifer, dan R. Andrew. 2016. Seeley’s Essentials of Anatomy & Physiology 9th Edition. New York: McGraw-Hill.
Verma, V., Singh dan Jaggi, A., S. 2014. Pregabalin in Neuropathic Pain: Evidences and Possible Mechanism. Journal Current Neuropharmacology. Vol 12 (1): 44-56.
Yegin. K., Yegin, E., G., Dasdag S. 2017. Effect of Mobile Phone Signals on Electrical Impluses of Myelinated Nerve Fibres. Jurnal of International Dental and Medical Research. Vol 10 (1): 186- 192.



SALMA KHATAMI AL HADI_semoga dapat bermanfaat untuk semua adik tingkatku_PEACE UNEJ

LAMPIRAN



1 komentar: